CINTA DAN PERKAWINAN
Pengertian Cinta
Berbicara
mengenai cinta pasti kita tidak asing lagi karena kata-kata
tersebut selalu terngiang-ngiang ditelinga kita, misalkan saja ketika kita
mendengarkan radio, pasti ada lagu yang mendendangkan tentang cinta atau ketika
kita baca buku atau novel, pasti kita lebih suka tema tentang percintaan dan
itu adalah hal yang wajar karena pada usia puber inilah masa dimana seseorang
mulai tertarik dengan lawan jenis dan hal itu selalu dikaitkan dengan cinta.
Cinta itu
sendiri sulit dibedakan batasan ataupun pengertiannya, karena cinta merupakan
salah satu bentuk emosi dan perasaan yang dimiliki individu. Dan sifatnyapun
subyektif sehingga setiap individu akan mempunyai makna yang berbeda tergantung
pada penghayatan serta pengalamannya.
Dari hubungan interpersonal
dengan berbagai faktor yang dikemukakan diatas, jika terjadi hubungan yang
berkelanjutan maka akan terjadi/terjalin hubungan interpersonal lanjutan yakni
cinta. Cinta Menurut Izard (Strongman, 1998) dapat mendatangkan segala jenis
emosi, baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan sebagai proses lanjutan
dari hubungan interpersonal yang terjalin antara dua orang manusia berlawanan
jenis.
Stenberg mengemukakan bahwa cinta
memiliki tiga dimensi, yaitu hasrat, keintiman, dan komitmen.
- Hasrat,
dalam dimensi hasrat menekankan pada intensnya perasaan serta perassan
yang muncul dari daya tarik fisik dan daya tarik seksual. Pada jenis cinta
ini, seseorang mengalami ketertarikan fisik secara nyata, selalu
memikirkan orang yang dicintainya sepanjang waktu, merasa sangat bahagia
dan lain-lain.
- Keintiman,
dimensi ini tertuju pada kedekatan perasaan antara dua orang dan kekuatan
yang mengikat mereka untuk bersama.
- Komitmen/keputusan,
dimensi komitmen dimana seseorang berkeputusan untuk tetap bersama dengan
seorang pasangan dalam hidupnya.
Pernikahan
Dalam proses hubungan interpersonal yang lanjut dengan adanya cinta untuk mencapai pernikahan bisanya dimensi cinta dihasilkan dari cinta yang berdimensi komitmen/keputusan. Pasangan memiliki hasrat untuk membagi dirinya dalam hubungan yang berlanjut dan hangat. Pernikahan adalah sebuah komitmen yang serius antarpasangan dan biasanya dengan mengadakan pesta pernikahan, berarti secara sosial diakui bahwa saat itu pasangan telah resmi menjadi suami istri. Duvall dan miller (1985) menjelaskan bahwa pernikahan adalah hubungan pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang ditujukan untuk melegalkan hubungan seksual, melegitimasi membesarkan anak, dan membangun pembagian peran di antara sesama pasangan.
Faktor-faktor yang mendukung kepuasan pernikahan adalah adanya komunikasi yang terbuka, ekspresi perasaan secara terbuka, saling percaya, tidak adanya dominasi pasangan, hubungan seksual yang memuaskan, kehidupan sosial, tempat tinggal, penghasilan yang cukup, anak, keyakinan beragama dan hubungan dengan mertua/ipar (Latifah, 2005).
MEMILIH PASANGAN
Memilih pasangan hidup bukanlah
perkara mudah. Pasalnya, banyak orang yang merasa tidak sreg ketika mereka
ditawari untuk memilih suami atau memilih istri, tak seperti memilih pacar yang
bisa dengan mudah dilakukan. Menurut mereka, pasangan hidup adalah orang yang
diajak untuk susah senang bersama, yang diharapkan hanya akan ada yang pertama
dan yangterakhir.Itu sebabnya memilih pasangan hidup jauh lebih susah
dibandingkan dengan memilih pekerjaan atau tempat sekolah.
Dalam memilih pasangan hidup,
baik bagi laki-laki maupun perempuan keduanya memiliki hak untuk memilih yang
paling tepat sebagai pasangannya. Maka dari itu harus benar-benar
diperhitungkan ketika memilih pasangan yang baik. Bila ingin pintar, seseorang
harus rajin belajar, bila ingin kaya seseorang harus berhemat, begitu pula
tentang pasangan hidup. Bila menginginkan pasangan hidup yang baik maka kita juga
harus baik. Tak ada sesuatu di dunia ini yang untuk mendapatkannya tidak
memerlukan pengorbanan. Segala sesuatu ada harga-nya termasuk bila ingin
mendapatkan pasangan hidup yang baik. Ya, dimulai dari diri sendiri. Bila kita
bercita-cita untuk mendapatkan pasangan hidup yang baik, maka kita sendiri
harus baik. Percayalah, Tuhan telah memasangkan manusia sesuai dengan karakter
dan derajat mereka masing-masing. Manusia yang baik hanyalah untuk manusia yang
baik pula, begitu pula sebaliknya.
Banyak orang yang pikirannya
terlalu pendek dalam perkara ini sehingga gagal dalam pernikahannya. Prinsipnya
adalah jika kita hanya berpedoman pada hal-hal yang sifatnya duniawi
(kecantikan dan kekayaan) maka akan sangat sulit dalam menjalani hari-hari
berumah tangga nantinya. Karena semua itu sifatnya hanya sementara dan sangat
mudah berubah. Jadi, jika jatuh cinta hanya karena melihat dari segi
kecantikan/ketampanan dan atau kekayaan, maka cinta tersebut akan sangat mudah
berkurang bahkan hilang. Jika kita memang cinta pada seseorang maka lahirlah
ketampanan/kecantikan, bukan sebaliknya. Berikutnya adalah tentang masalah
fisik. Banyak yang berkata bahwa wanita cantik hanya pantas untuk laki-laki
tampan, begitu pula sebaliknya. Dan apa yang terjadi ketika teman kita yang mungkin
tak begitu cantik mendapatkan suami yang tampan dan juga kaya, maka kita
biasanya akan protes. Kita merasa bahwa dirinya tak pantas dan kitalah yang
lebih pantas.
Inilah yang menutupi rezeki kita.
Perasaan iri dan dengki menutupi rezeki kita untuk mendapatkan sesuatu yang
lebih baik. Orang yang hatinya dipenuhi penyakit hati biasanya akan memancarkan
aura negatif. Sebaliknya, orang yang hatinya bersih maka aura positiflah yang
akan terpancar keluar dari dalam jiwanya. Tentunya siapa pun pasti akan lebih
memilih orang yang memiliki aura positif daripada negatif.
Lalu, mengingat pernikahan itu
adalah sebuah investasi jangka panjang maka kita juga harus melihat calon
pasangan kita dalam jangka panjang. Bolehlah jika dia saat ini belum sukses,
belum kaya, belum pintar, tetapi ketika ada potensi di masa depan dia akan
menjadi lebih baik maka mengapa tidak??? Daripada kita hanya melihat kondisi
dia saat ini tetapi di masa depan justru punya potensi akan meninggalkan kita.
Betapa banyak wanita yang menikah hanya karena melihat prianya saat ini tampan
dan betapa banyak wanita yang menikah karena hanya melihat wanitanya saat ini
cantik. Mereka tidak sadar bahwa 10 tahun lagi bisa jadi ketampanan/kecantikan
tersebut sudah pudar.
Adapun bila kita dihadapkan suatu
pilihan lebih dari satu, tentu sewajarnya seorang akan memilih yang terbaik
baginya, meskipun pilihan terbaik baginya tidak selalu identik dengan pilihan
yang terbaik bagi umum, karena seseorang tentu memiliki pertimbangan yang
sangat khusus yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Maka, ketika sedang memilih calon
pasangan , bukalah mata lebar-lebar. Lihatlah dia secara utuh. Kumpulkan
informasi sebanyak-banyaknya tentang dia, terutama kekurangannya. Karena saya
yakin, kelebihan dari pasangan akan dengan mudah kita terima tetapi kekurangan?
Tanyakanlah pada diri sendiri, mumpung belum akad nikah, apakah siap menerima
kekurangan-kekurangan tersebut?
Terakhir, lihatlah dia tidak hanya di masa sekarang tetapi
juga potensinya di masa depan. Tahukah kalian bedanya anak-anak dan dewasa?
Anak-anak hanya berfikir apa yang ada sekarang sementara orang dewasa berfikir
lebih jauh ke depan. Pernikahan adalah urusannya orang dewasa maka berfikirlah
dewasa.
HUBUNGAN DALAM PERNIKAHAN
Dawn J. Lipthrott, LCSW, seorang
psikoterapis dan juga marriage and relationship educator and coach,
dia mengatakan bahwa ada lima tahap perkembangan dalam kehidupan perkawinan.
Tahap pertama: Romantic
Love. Saat ini adalah saat Anda dan pasangan merasakan gelora cinta yang
menggebu-gebu. Ini terjadi di saat bulan madu pernikahan. Anda dan pasangan
pada tahap ini selalu melakukan kegiatan bersama-sama dalam situasi romantis
dan penuh cinta.
Tahap kedua: Dissapointment
or Distress. Di tahap ini pasangan suami istri kerap saling menyalahkan,
memiliki rasa marah dan kecewa pada pasangan, berusaha menang atau lebih benar
dari pasangannya. Terkadang salah satu dari pasangan yang mengalami hal ini
berusaha untuk mengalihkan perasaan stres yang memuncak dengan menjalin
hubungan dengan orang lain, mencurahkan perhatian ke pekerjaan, anak atau hal
lain sepanjang sesuai dengan minat dan kebutuhan masing-masing. Tahapan ini
bisa membawa pasangan suami-istri ke situasi yang tak tertahankan lagi terhadap
hubungan dengan pasangannya. Banyak pasangan di tahap ini memilih
berpisah dengan pasangannya.
Tahap ketiga: Knowledge
and Awareness. Tahap ini akan lebih memahami bagaimana posisi dan diri
pasangannya. Pasangan ini juga sibuk menggali informasi tentang bagaimana
kebahagiaan pernikahan itu terjadi. Pasangan yang sampai di tahap ini biasanya
senang untuk meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah tangga kepada pasangan lain
yang lebih tua atau mengikuti seminar-seminar dan konsultasi perkawinan.
Tahap keempat: Transformation.
Suami istri di tahap ini akan mencoba tingkah laku yang berkenan di hati
pasangannya. Anda akan membuktikan untuk menjadi pasangan yang tepat bagi
pasangan Anda. Dalam tahap ini sudah berkembang sebuah pemahaman yang
menyeluruh antara Anda dan pasangan dalam mensikapi perbedaan yang terjadi.
Saat itu, Anda dan pasangan akan saling menunjukkan penghargaan, empati dan
ketulusan untuk mengembangkan kehidupan perkawinan yang nyaman dan tentram.
Tahap kelima: Real
Love. Pasangan pada tahap ini akan kembali dipenuhi dengan
keceriaan, kemesraan, keintiman, kebahagiaan, dan kebersamaan dengan pasangan.
Waktu yang dimiliki oleh pasangan suami istri seolah digunakan untuk saling
memberikan perhatian satu sama lain. Suami dan istri semakin menghayati cinta
kasih pasangannya sebagai realitas yang menetap. Real love sangatlah mungkin
untuk Anda dan pasangan jika Anda berdua memiliki keinginan untuk
mewujudkannya. Real love tidak bisa terjadi dengan sendirinya tanpa adanya
usaha Anda berdua.
Penyesuaian dan
Pertumbuhan dalam Perkawinan
Perkawinan tidak berarti mengikat
pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat mengembangkan diri untuk
kemajuan bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak diukur dari
ketergantungan pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan dalam hidup
yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi dalam sebuah
perkawinan, sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam perkawinan
banyak terkait dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan serta
terbentuknya hubungan antarkeluarga kedua pihak. Relasi yang diharapkan dalam
sebuah perkawinan tentu saja relasi yang erat dan hangat. Tapi karena adanya
perbedaan kebiasaan atau persepsi antara suami-istri, selalu ada hal-hal yang
dapat menimbulkan konflik. Dalam kondisi perkawinan seperti ini, tentu sulit
mendapatkan sebuah keluarga yang harmonis. Pada dasarnya, diperlukan
penyesuaian diri dalam sebuah perkawinan, yang mencakup perubahan diri sendiri
dan perubahan lingkungan. Bila hanya mengharap pihak pasangan yang berubah,
berarti kita belum melakukan penyesuaian. Banyak yang bilang pertengkaran
adalah bumbu dalam sebuah hubungan. Bahkan bisa menguatkan ikatan cinta. Hanya,
tak semua pasangan mampu mengelola dengan baik sehingga kemarahan akan
terakumulasi dan berpotensi merusak hubungan.
Perceraian dan Pernikahan
Kembali
Apa yang akan mempengaruhi
seseorang untuk menikah setelah bercerai? Ada banyak faktor. Misalnya seorang
wanita muda yang menikah lagi karena tidak memiliki anak dari pernikahan
sebelumnya. Faktor pendidikan, pendapatan dan sosial juga bisa menjadi penyebab
seseorang untuk menikah lagi. Sebagai manusia, kita memang mempunyai daya tarik
yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Semua hal yang telah kita miliki dan
nikmati untuk suatu periode tertentu akan kehilangan daya tariknya. Misalnya,
Anda mencintai pria yang sekarang menjadi pasangan karena ketampanan,
kelembutan dan tanggung jawabnya. Lama-kelamaan, semua itu berubah menjadi
sesuatu yang biasa. Itu adalah kodrat manusia. Sesuatu yang baru cenderung
mempunyai daya tarik yang lebih kuat dan jika sudah terbiasa daya tarik itu
akan mulai menghilang pula. Ada kalanya, hal-hal yang sama, yang terus-menerus
kita lakukan akan membuat jenuh dalam pernikahan.
Alternatif selain Pernikahan
Paradigma terhadap lajang
cenderung memojokkan. pertanyaannya kapan menikah?? Ganteng-ganteng kok ga
menikah? cantik-cantik kok gak laku? Apakah Melajang Sebuah Pilihan??
Ada banyak alasan untuk tetap
melajang. Perkembangan jaman, perubahan gaya hidup, kesibukan pekerjaan yang
menyita waktu, belum bertemu dengan pujaan hati yang cocok, biaya hidup yang
tinggi, perceraian yang kian marak, dan berbagai alasan lainnya membuat seorang
memilih untuk tetap hidup melajang.Batasan usia untuk menikah kini semakin
bergeser, apalagi tingkat pendidikan dan kesibukan meniti karir juga ikut
berperan dalam memperpanjang batasan usia seorang untuk menikah. Keputusan
untuk melajang bukan lagi terpaksa, tetapi merupakan sebuah pilihan. Itulah
sebabnya, banyak pria dan perempuan yang memilih untuk tetap hidup melajang.
Persepsi masyarakat terhadap
orang yang melajang, seiring dengan perkembangan jaman, juga berubah.
Seringkali kita melihat seorang yang masih hidup melajang, mempunyai wajah dan
penampilan di atas rata-rata dan supel. Baik pelajang pria maupun wanita,
mereka pun pandai bergaul, memiliki posisi pekerjaan yang cukup menjanjikan,
tingkat pendidikan yang baik.
Alasan yang paling sering
dikemukakan oleh seorangsingle adalah tidak ingin kebebasannya
dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama menikmati kebebasan bagaikan
burung yang terbang bebas di angkasa. Jika hendak pergi, tidak perlu meminta
ijin dan menganggap pernikahan akan membelenggu kebebasan. Belum lagi jika
mendapatkan pasangan yang sangat posesif dan cemburu.
Banyak perusahaan lebih memilih
karyawan yang masih berstatus lajang untuk mengisi posisi tertentu.
Pertimbangannya, para pelajang lebih dapat berkonsentrasi terhadap pekerjaan.
Hal ini juga menjadi alasan seorang tetap hidup melajang.
Banyak pria menempatkan
pernikahan pada prioritas kesekian, sedangkan karir lebih mendapat prioritas
utama. Dengan hidup melayang, mereka bisa lebih konsentrasi dan fokus pada
pekerjaan, sehingga promosi dan kenaikan jabatan lebih mudah diperoleh.
Biasanya, pelajang lebih bersedia untuk bekerja lembur dan tugas ke luar kota
dalam jangka waktu yang lama, dibandingkan karyawan yang telah menikah.
Kemapanan dan kondisi ekonomi pun
menjadi alasan tetap melajang. Pria sering kali merasa kurang percaya diri jika
belum memiliki kendaraan atau rumah pribadi. Sementara, perempuan lajang merasa
senang jika sebelum menikah bisa hidup mandiri dan memiliki karir bagus. Mereka
bangga memiliki sesuatu yang dihasilkan dari hasil keringat sendiri. Selain
itu, ada kepuasaan tersendiri.
Banyak yang mengatakan seorang
masih melajang karena terlalu banyak memilih atau ingin mendapat pasangan yang
sempurna sehingga sulit mendapatkan jodoh. Pernikahan adalah untuk seumur
hidup. Rasanya tidak mungkin menghabiskan masa hidup kita dengan seorang yang
tidak kita cintai. Lebih baik terlambat menikah daripada menikah akhirnya
berakhir dengan perceraian.
Lajang pun lebih mempunyai waktu
untuk dirinya sendiri, berpenampilan lebih baik, dan dapat melakukan kegiatan
hobi tanpa ada keberatan dari pasangan. Mereka bebas untuk melakukan acara
berwisata ke tempat yang disukai dengan sesama pelajang.
Pelajang biasanya terlihat lebih
muda dari usia sebenarnya jika dibandingkan dengan teman-teman yang berusia
sama dengannya, tetapi telah menikah.
Ketika diundang ke pernikahan
kerabat, pelajang biasanya menghindarinya. Kalaupun datang, mereka berusaha
untuk berkumpul dengan para sepupu yang masih melajang dan sesama pelajang. Hal
ini untuk menghindari pertanyaan singkat dan sederhana dari kerabat yang seusia
dengan orangtua mereka. Kapan menikah? Kapan menyusul? Sudah ada calon?
Pertanyaan tersebut, sekalipun sederhana, tetapi sulit untuk dijawab oleh
pelajang.
Seringkali, pelajang juga menjadi
sasaran keluarga untuk dicarikan jodoh, terutama bila saudara sepupu yang
seumuran telah menikah atau adik sudah mempunyai pacar. Sementara orangtua
menginginkan agar adik tidak melangkahi kakak, agar kakak tidak berat jodoh.
Tidak dapat dipungkuri,
sebenarnya lajang juga mempunyai keinginan untuk menikah, memiliki pasangan untuk
berbagi dalam suka dan duka. Apalagi melihat teman yang seumuran yang telah
memiliki sepasang anak yang lucu dan menggemaskan. Bisa jadi, mereka belum
menemukan pasangan atau jodoh yang cocok di hati. Itulah alasan mereka untuk
tetap menjalani hidup sebagai lajang.
Melajang adalah sebuah sebuah
pilihan dan bukan terpaksa, selama pelajang menikmati hidupnya. Pelajang akan
mengakhiri masa lajangnya dengan senang hati jika telah menemukan seorang yang
telah cocok di hati.
Kehidupan melajang bukanlah
sebuah hal yang perlu ditakuti. Bukan pula sebuah pemberontakan terhadap sebuah
ikatan pernikahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar